Sunday 26 October 2008

SEBUAH KARDUS PADA TANGGAL DUA



Oleh Yuni K Pramudhaningrat
Dua buah sabun mandi, satu pasta gigi, sebotol shampoo, satu kilogram deterjen, sebotol madu, sekotak susu bubuk berkalsium tinggi dan sebuah amplop cokelat berisi sepucuk surat dan lima lembar uang pecahan seratus ribuan.
Chandra telah berusaha untuk tidak melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan kesan bahwa dia tidak punya selera terhadap diversifikasi tapi pada akhirnya dia memang selalu melakukannya.
Dia memakai baju bernuansa monokromatik jika dia merasa tengah butuh meredam ledakan emosinya. Jika dia sedang repot mengatasi kemelankolisan yang didorong oleh sistem hormon di dalam tubuhnya maka dia akan memakai baju dengan motif dan warna semarak. Dia melakukan itu semua nyaris seperti reaksi refleks saja jadi dia sama sekali tidak menyadarinya. Itulah sebenarnya yang mendorong orang-orang yang mengenalnya untuk menganggapnya sebagai orang yang membosankan.
Salah satu kebiasaan yang tidak dia sadari adalah kegiatannya setiap mendekati tanggal dua. Pada akhir bulan, entah itu tanggal 31, 30, atau 28 tergantung umur bulan itu, dia akan menulis surat. Dia berharap bisa menulis surat yang panjang seperti jika dia menulis surat untuk sahabatnya. Dia berharap keluarganya akan dengan senang hati mendengarkan ceritanya mengenai hal-hal yang terjadi padanya bulan itu. Lelucon-lelucon murid-muridnya, kamar kostnya yang menjadi sangat dingin di musim penghujan, impiannya untuk melanjutkan S2 di luar negeri atau kecemasan-kecemasan dokternya mengenai kondisinya. Tapi dia tak pernah berhasil menuliskan itu semua. Pada akhirnya dia hanya menulis bahwa dia baik-baik saja.
Pada tanggal satu dia mengambil sejumlah uang dan mengacuhkan kenyataan bahwa dia hanya mempunyai sedikit saja simpanan uang di bank. Pada masa lalu dia menganggap uang sebagai masalah dan rasanya sekarang pun hal itu tidak jauh berbeda, hanya masalah maupun sudut pandangnya saja yang berubah. Sebenarnya dia yakin dapat bertahan hidup meskipun tanpa uang –berdasarkan pemikiran bahwa dia punya dua tangan, dua kaki dan otak, dan belum ada cerita sejak awal jaman kalau ras manusia punah karena kalah berkompetisi- tapi dia tidak yakin hidup seperti itu akan bisa memasukkannya ke surga. Karena miskin orang bisa melakukan apa saja dan rasanya dia bukan pengecualian.
Setelah mengambil uang dia pergi berbelanja. Chandra hanya membutuhkan sedikit barang untuk dirinya sendiri sehingga apa yang ingin dia berikan untuk keluarganya dapat dinaikkan ke prioritas pertama. Kemudian Chandra akan menelepon sebuah agen biro perjalanan dan mengatakan bahwa dia hendak mengirimkan sebuah paket. Pegawai di kantor itu akan meminta alamatnya dan juga alamat yang akan dituju untuk kepastian berapa biaya pengiriman yang harus dia keluarkan. Malam harinya Chandra mengepak barang-barang itu ke dalam kardus. Keesokan harinya seseorang dari agen biro perjalanan akan mengambilnya dan ketika telah menandatangani bon pembayarannya Chandra bisa memastikan kalau kiriman itu akan diterima keluarganya paling lambat jam empat sore pada hari itu juga.
Sebenarnya Chandra tidak mendapat penghargaan yang layak atas kebaikan hatinya itu. Ibu angkatnya tetap saja mencerewetinya atas apa yang dia peroleh ataupun atas apa yang tidak dia peroleh. Chandra memiliki cinta untuk wanita itu tapi ada waktu-waktu tertentu ketika dia merasa cinta bukanlah bagian dari hubungan mereka berdua. Sebenarnya ibu angkatnya seorang wanita yang baik selama tidak menyangkut apa yang dia bicarakan. Meskipun begitu Chandra tetap mengirimi keluarganya sebuah kardus pada tanggal dua.
Sekarang tanggal satu. Chandra mengambil lakban untuk menutup kardusnya.
***
Pada bulan Mei Malang menjadi sangat dingin. Jenis dingin yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Angin yang sangat kering bertiup membawa debu, kuman penyakit dan aliran bencana yang tidak dapat diduga. Jenis dingin yang rasanya tidak menjadi hangat meskipun Chandra telah meminum air rebusan jahe, memakai jaket dan kaos kaki tebal atau bahkan berbaring di bawah selimut.
Sebenarnya Chandra tidak pernah bermasalah dengan cuaca. Dia telah tinggal di Malang selama hampir tujuh tahun semenjak dia kuliah dulu. Dan cuaca yang seperti apapun tidak pernah membuatnya menggerutu. Sebab dia tahu Allah menciptakan yang demikian sebagai ujian dan dia malu apabila tidak lulus ujian itu. Tetapi udara yang dingin memperparah batuknya. Itu sangat mengganggunya lebih dari yang dapat dia akui.
Sekarang batuknya menjadi makin parah, membuatnya tidak bisa tidur di malam hari dan mengganggu kegiatannya di siang hari. Dia hanya minum obat satu kali sehari agar resep yang didapat dari dokter bertahan hingga sepuluh hari. Dia memilih meminumnya di pagi hari karena itu mengurangi batuknya di dalam kelas. Anak-anak mudah khawatir dan Chandra takut anak-anak tahu dirinya sedang sakit dan meributkannya. Chandra tidak suka membuat orang lain khawatir. Menerima budi baik orang lain adalah masalah besar baginya. Karena dia sudah cukup repot membalas budi yang telah dia terima sebelum ini. Chandra selalu benci kalau tidak bisa membayar utang.
Pada siang hari dia berusaha agar terpapar sinar matahari. Dia memilih berjalan di sisi yang tidak terlindung bayangan, berjalan lambat-lambat dan merasa yakin kalau sinar matahari mengurangi batuknya. Di hari Minggu dia tinggal di atap cukup lama setelah menjemur pakaian. Dia menatapi gunung Semeru yang menjulang spektakuler di sebelah utara, merasa takjub melihat siluet berbentuk seperti orang yang sedang tidur dari gugusan perbukitan yang disebut orang-orang sebagai gunung Puteri Tidur di sebelah barat dan memandangi puncak bangunan kantor rektorat Universitas Brawijaya di sebelah timur. Dia baru turun ke kamarnya setelah matahari cukup tinggi dan kulitnya menjadi kemerah-merahan.
Dia tidak mengatakan apa-apa tentang batuknya kepada orang lain, bahkan tidak juga kepada ibunya. Keluarganya, terutama ibu angkatnya menganggap penyakit adalah suatu kekonyolan. Wanita itu sama sekali tidak merasa kasihan pada orang sakit karena menurutnya penyakit itu menyerang seseorang karena kebodohannya sendiri. Kalau dia berjalan melewati orang yang sedang batuk dia akan berdehem keras sekali dan berharap orang itu berdehem juga dan membuat batuknya hilang. Jika tidak menghilang dia akan menganggap orang itu sebagai seorang yang kurang kuat kemauannya.
Dokter menduga batuk yang dialami Chandra itu berasal dari masalah di paru-parunya. Tapi Chandra mengabaikannya. Menurutnya dokter selalu berlebihan dan sok tahu. Batuk yang dialaminya hanyalah reaksi sementara dari pertahanan tubuhnya terhadap hawa dingin dan debu musim kemarau. Dia yakin dia tidak akan mati oleh batuk semacam itu. Dia ditakdirkan untuk tidak mudah mati. Dia sering mengingatkan dirinya sendiri akan hal itu. Seseorang, mungkin ibu yang melahirkannya atau mungkin ayah biologisnya atau malah mereka berdua, membuangnya di tempat sampah pada malam yang buta, malam yang mungkin merupakan malam kelahirannya, di dekat kardus-kardus, sampah aneka rupa dan di bawah naungan asap hitam dan debu pembakaran sampah, dan dia tidak mati padahal jika memang harus mati tak ada yang lebih baik selain waktu itu. Allah memberinya hidup mungkin sebagai contoh agar orang-orang tahu bahwa kadang-kadang orang tidak mati meskipun telah dihadapkan pada semua bentuk kemungkinan yang secara nalar bisa menjadi penyebab kematian.
Chandra rajin bekerja, pagi hari mengajar di sekolah dan sorenya memberikan les privat. Dia juga menulis artikel untuk sebuah harian lokal. Tidak hanya itu dia juga mengikuti kajian secara teratur. Begitu sadar hafalan dan bahasa Arabnya jelek dia belajar dengan sungguh-sungguh. Dia hampir tidak punya waktu luang. Teman-temannya menganggapnya seorang yang terlalu memaksakan diri tapi dia sendiri heran kenapa orang berpikir begitu. Chandra hanya merasa orang harus mengurus dirinya sendiri, mengatasi semua masalah dan sebisa mungkin tidak merepotkan orang lain. Chandra tidak suka memanjakan dirinya. Jika dia takut pada sesuatu dia akan menghilangkan ketakutan itu dengan cara menghadapinya. Jika dia melakukan kesalahan dia menghukum dirinya sendiri dengan hukuman yang mungkin tidak akan ditolelir oleh orang lain. Dia percaya dirinya bukan orang yang akan mudah tumbang oleh satu hal remeh. Tidak juga oleh batuknya.
***
Siapa yang suka pergi ke dokter? Tidak ada. Semua orang berharap dirinya sehat dan bahagia. Namun orang tidak selalu sehat dan bahagia. Ada saatnya orang tidak sehat dan tidak bahagia.
“Sepertinya kau bekerja terlalu keras.”
Lalu kenapa? Semua orang juga bekerja keras. Kanapa aku harus menjadi pengecualian? “Saya bekerja seperti biasanya, Dokter.”
“Menurutku kau memerlukan perawatan.”
Bisakah kau tidak membuang-buang waktu? Tulis saja resep lalu biarkan aku pergi. “Saya sudah kesini kan, Dokter.”
“Aku serius. Kau perlu dirawat lebih intensif.”
“Saya tidak pernah pingsan di jalan.”
“Itu karena kau beruntung,” jawab wanita yang telah merawatnya dua tahun terakhir itu. “Aku sangat heran denganmu. Aku sudah memberimu obat tapi kondisimu tidak juga membaik. Menurutku sebaiknya kita lakukan beberapa tes dan kau tinggal disini selama dua atau tiga hari.”
“Akan saya pertimbangkan.” Saat Chandra mengenali maksud dokter itu lewat caranya memandangnya dia berkata, “Saya bukan orang yang suka menjadi sakit.”
“Tentu saja,” jawab dokter itu meski raut mukanya menunjukkan dia tidak yakin. “Kapan terakhir kali kau istirahat di rumah dan tidak pergi kerja?”
“Saya tidak bisa libur kecuali saat liburan semester.”
“Kalau begitu liburan yang akan datang harus kau manfaatkan baik-baik.” Lalu wanita itu menuliskan resep. Ketika Chandra mau pergi dia bertanya, “Apa kau punya masalah keuangan, Nona Gunawan?”
Chandra tersenyum. “Tidak, Dokter. Terima kasih sudah bertanya.” Kemudian dia pergi.
Uang? Tentu saja dia bermasalah dengan uang. Uang satu-satunya hal yang bisa menyenangkan hati ibu angkatnya. Chandra ingat ibunya pernah berkata pada hampir semua hal Chandra berhutang kepadanya dan bahwa dirinya menjadi miskin karena membiayai Chandra. Melalui perhitungan yang cermat Chandra menghitung bahwa ibunya mengeluarkan uang sebesar tiga puluh juta dua ratus lima puluh ribu rupiah untuk membiayai kuliahnya. Chandra masih perlu waktu bertahun-tahun untuk melunasi hutang itu dan hutangnya yang lain sebelum itu. Jadi ketika dokter itu bertanya apa dia punya masalah dengan uang Chandra benar-benar ingin tertawa.
Chandra pergi menebus resep di apotik. Dalam perjalanan pulang dia terserang batuk tapi dia mengusirnya dengan berkata dalam hati seseorang tidak akan masuk surga kalau hutangnya belum lunas. Dia ingat tanggal dua akan datang beberapa hari lagi.